Diantara sekian banyak hari di bulan Desember ini, cuaca siang hari ini terlihat lebih cerah dari biasanya.
Setelah maraknya kasus penutupan jalan protokol di Sidoarjo yang disebabkan oleh banjir yang menggenangi jalanan, akhirnya hari ini gue bisa sedikit menikmati cuaca cerah tanpa mengkhawatirkan halangan air yang menggenang.
Di hari yang cerah ini, gue memutuskan untuk pergi ke sebuah cafe di daerah Gelora Delta Sidoarjo.
Tak lama setelah gue memesan segelas ice tea, tiba-tiba lampu led warna kuning Blackberry berkedip. Tanda chat group BBM (Blackberry Messenger) masuk. Gue check dan ternyata chat itu berasal dari group Musashi. Musashi merupakan kepanjangan dari Muhammadiah Satu Sidoarjo. Itu adalah almamater SD gue. Sudah bertahun-tahun waktu berlalu, semenjak gue angkat kaki *caelah diusir* dari SD gue. Dan dengan adanya BB, gue masih bisa menjalin hubungan yang baik dengan anak-anak alumni SD Musashi.
Di saat itu, 4 temen gue yang sedang menuntut ilmu di luar provinsi pun kebetulan lagi mampir ke Sidoarjo. Mereka antara lain: Niar dari Bandung, Reno dari Jogja, Dito dari Makassar, dan Dimas dari Samarinda. Ga kebayang bagaimana jadinya kami bisa tetap menjalin hubungan tanpa alat komunikasi yang ada seperti sekarang. Kami yang sudah berbeda-beda kebudayaan tidak akan mungkin saling mengingat tanpa adanya group BBM.
Di chat group, anak-anak pengen mengadakan reuni kecil mumpung mereka masih sempet mampir di Sidoarjo. Akhirnya kami berempat berkumpul di rumah Fahmi, dan kami memanggilnya dengan sebutan 'sesepuh' atau 'mbah', dikarenakan Fahmi mempunyai struktur wajah seperti layaknya kakek-kakek yang hampir uzur.
Akhirnya gue, Dito, Niar, Dimas, Roisah sudah berkumpul di rumah mbah. Dari rumah simbah lah kami memutuskan untuk pergi berwisata kuliner dan menyantap salah satu makanan andalan Sidoarjo.
'oke, mau makan apa nih?' tanya gue kepada temen-temen alumni SD gue.
'Sembarang.' Jawab Dimas.
'Jangan sembarang, nggak pernah ada Rumah Makan yang namanya RM Sembarang.' Fahmi sewot.
'Yaudah, di sini yang enak apaan, Sya?' Tanya Dito ke gue.
'Mau apa emangnya? Soto?'
'Boleh deh. Di Makassar nggak ada Soto soalnya, adanya Coto.' Jawab Dito
'Emang bedanya Soto sama Coto apaan to?' Tanya gue, mulai penasaran.
'Emang bedanya Soto sama Coto apaan to?' Tanya gue, mulai penasaran.
'Kalo Soto kan pake daging sapi. Nah kalo Coto make daging capi'
Hening sesaat. Kemudian timbul suatu ngakak yang telat di antara temen2 SD gue.
Gue sebagai tuan rumah menyarankan untuk makan di Soto Dog,di jalan Dr. Cipto. Sebenernya apa Soto Dog itu? kenapa kedengerannya jadi semacam makanan yang nggak direstui MUI gitu?
Soto Dog sebenernya hanya istilah, yang bener namanya Soto Daging Jombang.
Soto Dog sebenernya hanya istilah, yang bener namanya Soto Daging Jombang.
Karena ketika penjualnya menyajikan soto ke dalam sebuah mangkok, ia membumbui dengan botol yang berisi kecap khusus dan kemudian menghantamkannya ke atas meja. Dan tentu saja bunyinya sangat keras, "DOG!!!". Karena itulah orang menamainya Soto Dog. *Walaupun gue sebenernya juga nggak ngerti cara nulisnya tuh Soto Dog, Dok, Dhog, atau Dogggkhhhhz (yang ini kok kayak jadi orang keselek ikan mujahir ya). Awalnya emang gue kira ini penjual emang lagi galau, ato jangan-jangan lagi PMS. Kurang kerjaan banget mukul2in botol kecap ke atas meja. Tapi ternyata itu hanyalah faktor kesengajaan. Gak tau fungsinya apa, tapi menurut gue, itu lah mantra yang bisa narik pelanggan untuk datang ke warung ini.
Ketika kami mulai menyantap semangkok soto daging, si Reno nge-bbm Niar, dan katanya dia lagi nyusulin kita. Reno si anak Jogja nggak seberapa hafal seluk beluk rute jalanan di Sidoarjo yang padahal itu2 aja. Akhirnya mbah Fahmi dan Dimas yang ditugaskan untuk menjemput si Reno ini. Namun saat mereka di jalan, terjadi sebuah kendala. Ternyata Dimas dan Fahmi nggak tau mana yang namanya Reno. Fahmi pun nge-BBM Dito. 'To, Reno tuh kayak gimana muka nya? Aku nggak ngerti mana yang namanya Reno.'
Asli absurd abis. Bagaimana cara mendeskripsikan wajah orang lewat chat? Dengan kesal dan heran kepada fahmi, Dito menjawab, 'Sek tak gambar'
Akhirnya Dimas dan Fahmi berpapasan dengan moge (motor gede) BMW dan sejenis harley davidson.
Sekilas mereka hanya saling bertatapan dan berkomentar, 'gilaa keren bener motornya.'
Dan ketika Dimas memperhatikan dari bawah ke atas, dia berteriak, 'OALAAH IKU RENOO!!'
Dimas, 17 tahun, remaja Samarinda yang 'untungnya' berhasil mengenali seseorang berdasarkan motornya.
Tapi emang dia terlihat lebih sangar dengan mengendarai motornya.
Gue berandai-andai. Andaikan gue yang menaiki motor itu, mungkin gue akan terlihat seperti power ranger.
Gue berandai-andai. Andaikan gue yang menaiki motor itu, mungkin gue akan terlihat seperti power ranger.
Setelah Dimas dan Fahmi berhasil menggeret Reno ke TKP, gue pun melanjutkan proses melahap Soto Dok yang masih nganggur ini.
Senyum bahagia di atas semangkok soto.
Di Soto Dog ini lah kita berkumpul bareng, kekenyangan bareng, ketawa-ketawa bareng, saling berbagi kisah, saling berbagi canda dan tawa, kami bernostalgia.
Pada hari ini kami sama-sama menghilangkan penat, yang kami dapat dari sekolah yang berbeda-beda.
Sekolah yang tak lagi sama, dengan bangku SD yang sama-sama kami duduki, 6 tahun yang lalu.